Kinerja Otak Manusia Hanya 10%???
Selama bertahun-tahun, banyak dokter, neuroscientists, dan jurnalis sains udah mencoba menerangkan dengan sabar ke siapa pun yang mau mendengarkan bahwa ngga ada satu pun basis saintifik untuk mitos otak 10% ini. Tapi, mitos ini tetap aja hidup dan populer. Kok bisa, sesuatu yang keliru banget bisa tetap populer begitu? Ayok lah kita bahas aja!
ASAL MULA MITOS OTAK 10%
Semua ini bermula dari misintepretasi temuan sains yang masih kurang lengkap seratus tahun lalu.
Pada awal abad ke-20, peneliti medis yang mempelajari otak binatang dan penderita stroke menemukan bahwa bagian otak yang berbeda mengontrol aktivitas yang berbeda pula. Misalnya bagian otak A ternyata berfungsi pada bagian tubuh tertentu, misalnya bibir, bagian otak B ternyata berfungsi pada bagian tubuh lain, misalnya jari kelingking tangan kiri, dsb. Metodenya adalah dengan mencoba memberikan kejutan listrik ke area otak tertentu untuk memetakan fungsi dari tiap bagian otak. Jadi, mereka mau ngeliat nih, kalo gw sentrum yang sebelah sini, kira-kira ngaruh ke fungsi atau bagian tubuh yang mana ya. Oh misalnya, kalo gw kasih kejutan listrik ke saraf okulomotor di otak, kelopak mata gw bergerak.
Nah, dengan metode seperti itu, para saintis mencoba memetakan fungsi otak yang disetrum dengan efek rangsangan pada gerakan motorik (gerak) manusia. Hasilnya? ternyata hanya 10% bagian otak doang yang memberi respons ketika distimulasi dengan aliran listrik. Sedangkan 90% bagian otak yang lain, ga ada satu pun otot di tubuh yang bergerak atau berkedut sedikit. Saintis pada saat itu melabeli 90% area tersebut sebagai silent cortex karena fungsinya BELUM diketahui. Inget, "belum diketahui" bukan berarti "tidak berfungsi sama sekali" yaah...
Sayangnya, orang-orang dari ranah non-sains pada saat itu mengira 90% area tersebut benar-benar dorman (ngga aktif) permanen. Di sinilah miskonsepsi 10% otak itu dimulai. Mulai deh tuh, premis ini bermunculan di buku-buku self help, motivasi, film (salah satunya film "Lucy" itu), sampe bermunculan juga program-program peningkat daya guna otak. Salah satu yang terkenal dan diduga menjadi buku pertama yang menggunakan premis ini adalah buku "How to Win Friends and Influence People” yang ditulis oleh Dale Carnegie pada tahun 1936. Buku ini jadi salah satu buku self-development yang best selling pula. Tapi, yah emang bisa dimaklumi sih karena buku ini ditulis pada saat sains belum berkembang seperti ini, dan isi dari buku tersebut juga gak sepenuhnya membahas tentang konteks ini.
Sayangnya, orang-orang dari ranah non-sains pada saat itu mengira 90% area tersebut benar-benar dorman (ngga aktif) permanen. Di sinilah miskonsepsi 10% otak itu dimulai. Mulai deh tuh, premis ini bermunculan di buku-buku self help, motivasi, film (salah satunya film "Lucy" itu), sampe bermunculan juga program-program peningkat daya guna otak. Salah satu yang terkenal dan diduga menjadi buku pertama yang menggunakan premis ini adalah buku "How to Win Friends and Influence People” yang ditulis oleh Dale Carnegie pada tahun 1936. Buku ini jadi salah satu buku self-development yang best selling pula. Tapi, yah emang bisa dimaklumi sih karena buku ini ditulis pada saat sains belum berkembang seperti ini, dan isi dari buku tersebut juga gak sepenuhnya membahas tentang konteks ini.
Selain itu, bahkan ada juga yang mengaitkan premis otak 10% ini dengan Albert Einstein., bahwa sebetulnya Einstein yang sejenius itu aja ternyata cuma menggunakan 10% dari otaknya. Ada juga yang bilang bahwa Einstein sendiri yang mengatakan hal itu. Entahlah, gua juga ngga tau juga kenapa ada klaim ngaco seperti itu. Mungkin karena Albert Einstein sering dipake sebagai simbol orang jenius, jadi sering dimanfaatkan juga nama besarnya. Akhirnya sih, di tahun 2004, pencarian komprehensif terhadap arsip Einstein di Institut Teknologi California tidak menemukan bukti sama sekali kalo Einstein pernah melontarkan premis serupa.
SAINS TERKINI MENJAWAB MISKONSEPSI OTAK 10%
Ingat kah kalian pelajaran Biologi kelas 7 SMP atau kelas 10 SMA tentang Metode Ilmiah? Di sini, kita belajar kalo sains terus berkembang dan harus selalu terbuka untuk difalsifikasi (dipatahkan) jika ada bukti dan data-data terbaru yang ditemukan atau dengan pemahaman baru yang lebih komprehensif. Jadi, sains harusnya memiliki sifat auto-critic atau harus selalu bisa mengevaluasi kembali pemahamannya.
Nah, hal yang sama juga harusnya berlaku untuk setiap fenomena yang diklaim oleh saintis, termasuk penelitian tentang otak 100 tahun yang lalu. Peneliti otak jaman sekarang udah punya peralatan yang lebih canggih sehingga bisa mengambil kesimpulan yang jauh lebih tepat tentang pemetaan fungsi otak terhadap akvitias tubuh manusia. Untuk mengamati fungsi otak, kita udah punya fMRI, CT Scan, dan PET Scan, EEG, dsb yang hasilnya bisa diolah secara kuantitatif maupun grafis dengan sangat presisi di komputer. Pastinya beda banget sama jaman 100 tahun yang lalu, peralatan saintis kala itu cuma berupa jepit elektroda yang cuma bisa kasih kejutan listrik doang.
Dengan alat canggih yang kita punya sekarang, kita bisa mengobservasi aktivitas virtual otak (ngga cuma aktivitas fisiknya aja), misalnya gelombang otak atau hormon-hormon yang bereaksi di otak. Keempat alat di atas bisa ngebantu para peneliti dan pekerja medis untuk mengetahui secara jauuuh lebih akurat bagian otak mana yang mengontrol kegiatan tertentu. Nah, dengan alat-alat canggih ini juga ditemukan bahwa ga ada tuh bagian otak yang dorman. 90% silent cortex itu juga punya fungsi, yaitu pusat kontrol kognitif manusia, seperti kemampuan berpikir dan menggunakan bahasa.
Ya pantas aja kalo 90% diberi sengatan listrik ngga bikin satu pun otot di tubuh kita berkedut, toh fungsinya bukan buat motorik (gerak), tapi lebih ke fungsi yang tidak bisa diobservasi dengan kasat mata, seperti fungsi untuk bisa berpikir secara logis, untuk memahami bahasa verbal, atau untuk menangkap emosi orang lain. Yang begituan ya mana mungkin ke-detect sama alat eksperimen zaman dulu, yang cuma bisa melihat hasil stimulasi yang bersifat motorik (gerak) doang.
Memang benar kalo bagian otak yang berbeda memiliki fungsi yang berbeda pula, dan ngga semuanya bekerja dalam waktu yang bersamaan. Namun, hasil scan otak selama periode 24 jam, menunjukkan bahwa seluruh bagian otak kita pasti kepake dan terus aktif dalam satu hari. Pas lo lagi bengong dan nothing to do juga, otak lo masih bekerja. Bahkan saat lo tidur, bagian seperti frontal cortex, yang mengontrol kemampuan berpikir, self-awareness, dan somatosensory masih aktif. Makanya kalo lo tidur, lo bisa kebangun kalo dipanggil Mama buat disuruh beli belanjaan di Minimarket :p
Lagipula, kalo benar manusia selama ini bisa fine-fine aja dengan menggunakan 10% otaknya, berarti 90% nya dorman sia-sia gitu? Menggunakan perspektif evolusi, ini ngga efisien banget. Otak itu konsumtif banget dalam penggunaan energi tubuh. Walaupun berat otak cuma 5% dibandingkan total berat tubuh kita, organ ini mengkonsumsi hingga 20% suplai oksigen dan glukosa dalam tubuh. Ngapain kita mempertahankan 90% bagian otak lain selama ribuan tahun evolusi kalo emang tanpa itu kita masih bisa beraktivitas dengan baik? Kenapa ngga “dihilangin” aja?
Kenyataannya, kalo manusia cuma menggunakan 10% otaknya, kita akan rentan banget dengan kelainan otak. Ngga ada satu pun area di otak yang kalo di-nonaktif-kan ngga akan menimbulkan efek yang fatal. 90% dari otak ngga aktif itu udah sama kalik kayak orang koma. Kenyataan lo lagi baca tulisan gw sekarang adalah bukti kalo otak lo masih bisa bekerja 100% kok. Kalo ada 1% aja otak lo ada yang nggak berfungsi, mungkin lo udah lumpuh atau sekarat, hehe..
KENAPA MITOS OTAK 10% MASIH POPULER?
Meskipun kini pengetahuan sains makin advanced, udah ada data-data dan pemaparan logika yang mematahkan mitos ini, tapi kenapa ya kok mitos ini masih populer aja?
Premis “manusia hanya menggunakan 10% dari kapasitas otaknya” seakan-akan memberikan pengharapan bahwa kita bisa lebih dari kita sekarang ini. Harapan kalo ada suatu jalan untuk mengembangkan potensi kita lebih jauh dari yang sekarang.
People love fairy tale. Lo mungkin masih sering tergoda untuk berangan-angan, “Mungkin ngga ya laba-laba di film Spiderman itu nyata?”, “Beneran ngga sih kalo gw kena sinar radioaktif, gw bisa jadi mutan kayak di X-Men?”, atau “Seandainya gw bisa maksimalin otak gw 100%, gw bisa masuk Harvard kali ya”
Premis “manusia hanya menggunakan 10% dari kapasitas otaknya” memberi kita harapan kalo there’s so much more to unlock. Coba lo bayangkan kalo ada motivator atau sales program otak yang menawarkan ke lo, “Dengan mengikuti training aktivasi otak 90% kami, hanya dengan biaya 3 juta rupiah, dalam waktu 2 bulan, kamu akan dapat nilai rapor 100 semua, lulus SBMPTN, menguasai 5 bahasa, dan sebagainya dan sebagainya..”
Kesannya mungkin konyol buat lo yang udah tau tentang miskonsepsi ini. Tapi, bagi yang belum tau atau males nyari tau, ya bisa jadi itu tawaran yang sangat menggoda. Entah kenapa, banyak orang yang selalu tergoda untuk mendongkrak kemampuan kita dengan jalan pintas, apalagi kalau udah dibumbui bau sains, wah makin yakin aja tuh. Padahal, yang bersangkutan sebetulnya belum bisa ngebedain yang sains beneran sama yang cuma pseudosains. (pseudosains: sok-sok pake istilah sains padahal ngaco secara sains).
Hal yang membuat miris adalah, banyak pseudosains dijual untuk mendatangkan profit. Sebetulnya, hal ini nggak perlu dikhawatirkan, kalo aja masyarakat mau terus belajar, berpikir kritis, dan selalu mengkaji pengetahuan yang mereka dapetin. Tapi yah, kemalasan masyarakat inilah mungkin yang membuat kenapa mitos ini tetap hidup dan populer. Bahkan terus direpetisi hingga menjadi bagian dari urban legend masyarakat kita. Jadinya, ketika satu premis bisa mendatangkan duit, ya orang males lah menerima temuan baru atau mengubah belief-nya kalo malah menutup sumber duit mereka :p
Tapi, tentu ada cara kan buat mengembangkan potensi kita? Ya, tentu ada lah. Tapi, mau potensi lo seperti sekarang vs. potensi lo nanti yang udah lebih berkembang , sama aja lo tetap menggunakan otak lo secara 100%. Potensi yang dimiliki Bill Gates dan potensi yang dimiliki gw sama-sama berdasar dari penggunaan otak secara 100%.
Terus, gimana cara mengembangkan potensi kita? Ya, kembali lagi seperti yang udah sering Zenius koar-koarin. Potensi dan achievement itu adalah resultan dari kerja keras dan semangat lo dalam meraih impian lo. Ngga ada yang namanya shortcut. Mau lulus SBMPTN? Ya belajar kontinu dan efektif. Mau jago menggambar atau bela diri? Ya terus latihan dan evaluasi.
sumber : https://www.zenius.net/blog/4984/otak-10-persen-manusia-mitos-miskonsepsi-debunk
Komentar
Posting Komentar